KRONOLOGI KERUSUHAN POSO (17 -04-2000)
LATAR BELAKANG KERUSUHAN
Ada empat hal mendasar yang melatarbelakangi kerusuhan
Poso.
1. Drs. Afgar Patanga.
Adik
kandung mantan Bupati Poso ini dituduh telah menyebarkan selebaran
gelap yang mengakibatkan meletuskan kerusuhan I Poso
Desember 1998. Setelah
diteliti oleh Laboratorium Kriminal (Labkrim)
Kepolisian Makasar,
dipastikan bahwa Afgar Patangan-lah penulisnya. Oleh
karena itu Afgar
Patanga telah menjadi terdakwa sehubungan dengan kasus
kerusuhan Poso
Desember 1998, dan sedang menunggu vonis dari
Pengadilan Negeri Palu
tanggal 20 April 2000. Namun sebelum vonis dijatuhkan,
terjadilah kerusuhan
kedua di Poso tanggal 17 April 2000. Kakaknya Arief
Patanga yang disinyalir
juga sebagai aktor intelektual kerusuhan Poso bersama
kelopmpok Islam tidak
menghendaki Afgar Patangan dihukum. Sehingga ada
konflik antara Keluarga
Patanga dengan Pihak Kepolisian yang telah
mengungkapkan dan memberitahukan
bahwa Afgar Patanga-lah yang menulis selebaran gelap
itu. Tidak heran
tatkala terjadi kerusuhan baru-baru ini (17 April) ada
massa yang berteriak
"Ganti Kapolres!"
2. Drs. Damsyik Ladjalani.
Ketua
Bappeda Poso ini diduga terlibat pada kerusuhan Desember 1998. Bentuk
keterlibatan ialah memberi petunjuk rumah-rumah yang
akan dijarah dan
dibakar. Kelompok mereka menghendaki agar Damsyik
Ladjalani menjadi
Sekwilda menggantikan Yahya Patiro SH (Kristen). Namun
oleh Gubernur,
Damsyik Ladjalani ditarik ke Palu. Sehingga ada rasa
tidak puas dari pihak
mereka.
3. Yahya Patiro, SH (Sekwilda Poso).
Tatkala
kerusuhan Posos I meletus, melalui selebaran gelap yang ditulis
oleh Afgar Patanga, Yahya Patiro (Kristen) diisukan
dan dikambing hitamkan
sebagai dalang kerusuhan Poso. Namun setelah Tim
Klarifikasi Gubernur dan
Pihak Kepolisian mengadakan klarifikasi dan investigasi, Yahya Patiro
dinyatakan tidak terlibat dan sama sekali tidak
bersalah. Namun pihak Islam
menghendaki agar Yahya Patiro dihukum.
Untuk
meredam emosi massa, Yahya Patiro tidak lagi menjabat Sekwilda Poso.
Namun karena ia tidak bersalah, Gubernur memberikan
dia posisi yang cukup
penting di Kantor Gubernur, yaitu menjadi Assisten III
Gubernur. Hal ini
menimbulkan ketidakpuasan dari pihak Islam.
4. Daeng Raja.
Penyaluran
dana Kredit Usaha Tani (KUT) dengan
nilai sekitar 100 juta
rupiah yang ditangani Daeng Raja bermasalah dan tidak
jelas pertanggung
jawabannya. Disinyalir telah terjadi penyimpangan.
Dana tersebut seharusnya
disalurkan kepada para petani di Lore Utara Kabupaten
Poso. Kelompok Daeng
Raja juga jengkel kepada pihak Kepolisian yang ingin
membongkar skandalnya.
PRA KONDISI
Harian
Mercusuar edisi 15 April 2000 mengutip ucapan Hailani Umar (Anggota
DPRD dari PPP ) yang mengatakan, "Poso bisa rusuh
jika aspirasi masyarakat
yang menghendaki Damsyik Ladjalani (Ketua Bappeda
Poso) sebagai Sekwilda
Poso, tidak terpenuhi. Damsyik kemudian gagal menjadi
Sekwilda setelah
dilantik sebagai Wakil Ketua Bappeda Sul-Teng, dan
Poso benar-benar rusuh
sehari setelah pernyataan Hailani dimuat di Mercusuar.
(Kompas, Sabtu, 29
April 2000 hal. 23 Kol. 1-3).
Pemicu Kerusuhan.
1. Bermula dari pertengkaran (rekayasa)
antara 2 pemuda bernama Wawan
(Islam) dari Kelurahan Lombogia (mayoritas Kristen)
dengan ........?
(Islam) Dari
Kelurahan Sayo (daerah Islam). Walaupun keduanya muslim,
tetapi karena yang satunya dari daerah Lombogia yang
mayoritas Kristen maka
peristiwa itu dipolitisir seakan-akan Kristen lawan
Islam. Saat
pertengkaran terjadi lewatlah pemuda dari Kelurahan
Kayamanya bernama Dedy.
Dedy
mengaku dipukul oleh pemuda dari Kelurahan Lombogia (Kristen) hingga
terluka. Tetapi menurut pemberitaan Harian Kompas,
luka ditangan Dady
adalah karena sengaja Dedy melukai/menyayat
tangannya sendiri, yang
kemudian dipolitisir bahwa orang Kristenlah yang ingin
membantainya. Mulai
dari peristiwa kecil inilah terjadinya kerusuhan di
Poso tanggal 17 April
2000, disertai penyerangan ke daerah Kristen,
pembakaran gereja dan
rumah-rumah orang Kristen serta penjarahan.
2. Karena Konsentrasi Massa sangat
banyak, maka pihak keamanan (Brimob)
membarikade perbatasan Kristen dan Islam. Namun Massa
pihak Islam semakin
brutal dan tak terkendali sehingga Brimob terpaksa
melepaskan tembakan
sehingga jatuh dua korban jiwa meninggal. Satu dari
Bonesompe dan satu lagi
dari Kayamanya. Hal ini semakin membuat massa Islam
bringas. Akibatnya,
Asrama Brimob dibakar dan Brimob diminta untuk ditarik
dari Poso.
Korban Kerugian dan kerusakan.
1. Gereja GKST Pniel Poso : Pdt. Mbio,
S.Th Jl. Ki Hajar Dewantoro 4 habis
dibakar.
2. 2. GPDI Ebenhezer Poso : Pdt.
Sammuel Lagarense B.Th, Telp. 0452-21709
3. 3. Gereja Advent Poso dibakar.
4. 4. GKI Sul-Sel Poso Jl. Samratulangi
habis dibakar.
5. 5. Kantor Klasis GKST Poso Kota di
persimpangan antara Jl. Sudirman dan Jl.
Gatot Subroto dibakar.
6. 6. Gereja GKST Zion (dilempar)
7. 7. Gereja GKST Ekklesia (rusak)
8. 8. Gereja GKST GKST Kasiguncu
(rusak)
9. 9. Gereja GKST Sayo (dirusak)
10. 10. SMP Kristen GKST (dibakar)
11. 11. SMU Kristen GKST (dibakar)
12. 12. Ruang serba guna dan Konsistori
GKST Jl. Ki Hajar Dewantoro 4 habis
dibakar.
13. 13. Aula Polisi (Gedung Lama) di Jl.
Sudirman dibakar. Ada 252 rumah
penduduk (mayoritas Kristen dibakar)
Ada 6 buah mobil dan 20 Sepada motor dibakar.
3400 jiwa kehilangan tempat tinggal.
Mereka mengungsi antara lain ke :
Tentena 400
jiwa
Tagolu 500
jiwa
Kawua 2.200 jiwa
Asrama Kodim
500 jiwa
Lainya ke Palu, Madale, Gunung/hutan.
Para pengungsi pada umunya telah kehilangan rumah dan
harta benda, sebab
rumah dibakar dan harta yang tertinggal dijarah dan
dirusak oleh perusuh.
Akibat Kerusuhan
a. Satu Komunal Kristen Hilang. Dalam
hal ini dipertanyakan:
Dimana hak kebebasan
beragama?
b. Dimana hak untuk hidup?
c. Dimana hak untuk menikmati rasa
aman?
KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH
Desember 1998 s.d.
Desember 2000
Tragedi
berdarah di Ambon dan sekitarnya bukanlah sesuatu yang tiba-tiba. Menurut
Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebelum peristiwa Iedul Fithri 1419H berdarah,
tercatat beberapa peristiwa penting yang dianggap sebagai pra-kondisi, bahkan
jauh ke belakang pada tahun 1995. Beberapa peristiwa itu (sebagian) adalah
sebagai berikut.1)
15
Juni 1995: Desa berpenduduk Islam, Kelang Asaude (Pulau Manipa), diserang warga
Kristen Desa Tomalahu Timur, pada waktu Shubuh. Penyerangan dikoordinasikan
oleh empat orang yang nama-namanya dicatat oleh MUI.
21
Pebruari 1996 (Hari Raya Iedul Fithri) : Desa Kelang Asaude diserang lagi.
Serangan dilakukan oleh warga Tomahalu Timur dengan menggunakan batu dan panah.
Tiga hari sebelumnya, serombongan orang yang dipimpin oleh sersan (namanya
tercatat) datang ke Desa Asaude, menangkap raja (kepala desa) berikut istri dan
anak-anaknya. Mereka menggeledah isi rumah dan menginjak-injak peralatan
keagamaan.
18
Nopember 1998: Korem 174 Pattimura didemo. Sejumlah besar mahasiswa Unpatti (Universitas
Pattimura) dan UKIM (Universitas Kristen Indonesia Maluku), yang dimotori oleh
organisasi pemuda dan mahasiswanya menghujat Danrem Kolonel Hikayat.
Demonstrasi berlangsung dua hari. Mereka membakar beberapa mobil keamanan,
melukai tukang becak, dan merusak serta melempari kaca kantor PLN Cabang Ambon.
Jatuh korban luka-luka, baik di pihak mahasiswa maupun kalangan ABRI.
Beberapa
bulan sebelumnya, berlangsung desas-desus dan teror. Isu pengusiran orang-orang
Bugis-Buton-Makassar (BBM) sudah beredar di tengah masyarakat yang membuat
gelisah banyak orang. Mereka kurang bisa membedakan suku Bugis dan Makassar.
Kedua suku ini sebenarnya adalah satu. Orang-orang Muslim suku lain
(non-Maluku) juga diisukan untuk diusir. Produksi pesanan senjata tajam ditengarai
sangat tinggi. Pesanan dilakukan oleh kelompok tertentu.
Isu
pengusiran BBM memang berbau SARA, terutama yang menangkut suku dan agama.
Entah bagaimana awalnya dari dalam Gereja. yang tepat, isu BBM bertiup dengan
kencang dari kalangan Kristen, bahkan kabarnya disuarakan oleh Gereja.
Menjelang
akhir Nopember 1998: Sekitar 200 preman Ambon dari Jakarta, yang bekerja
sebagai penjaga keamanan tempat judi pulang kampung. Merekalah yang memulai
bentrok dengan penduduk Ketapang (Jakarta). Karena umat Islam Jakarta marah,
mereka dikepung. Beberapa darinya tewas. Sejumlah besar yang lain diminta
masyarakat agar dievakuasi oleh aparat keamanan. Sebagian dari mereka - sekitar
200 orang - inilah yang pulang ke Ambon.
Beberapa 'Test
Case' Sebelum Iedul Fithri Berdarah
Setidaknya,
ada tiga peristiwa penting yang dapat dianggap sebagai bagian dari tragedi
Iedul Fithri berdarah 1999. Ketiga peristiwa itu adalah peristiwa Wailete
tanggal 13 Desember 1998, peristiwa Air Bak 27 Desember 1998, dan peristiwa
Dobo 14 dan 19 Januari 1999. Peristiwa-perista di atas adalah sebuah 'test case'
yang dinilai berhasil mendeteksi keberanian, persatuan dan kesatuan serta
kesiapan Ummat Islam se-Ambon untuk berperang. Kesabaran Ummat Islam yang
tengah menyongsong bulan Ramadhan itu dianggap suatu kelemahan terutama
penilaian terhadap suku Bugis-Buton-Makassar yang kurang kompak. Atas dasar
penilaian demikian itu tampaknya dijadikan peluang untuk mengobarkan Tragedi
Iedul Fithri Berdarah. Hal ini terbukti dengan tiba-tiba didatangkan ratusan
preman dari Jakarta, eks-konflik Jalan Ketapang, Jakarta sebagai pelaku di
lapangan.
Serangan Massa
Kristen ke Desa Wailete
13
Desember 1998 : Desa Wailete yang merupakan perkampungan Muslim masyarakat asal
Bugis-Buton-Makasar (BBM) diserang oleh warga Kampung Hative Besar (Kristen).
Ratusan massa Kristen menyerbu dengan batu, dan membakar kampung Wailete.
Serangan dilakukan dua kali pada malam itu dimana tahap kedua dilakukan secara
tuntas membakar habis semua rumah sehingga penghuni hanya menyelamatkan diri
dengan baju yang melekat di badan saja. Empat rumah dilaporkan terbakar dan
satu kios bensin milik orang Bugis terbakar dan meledak. Penduduk desa tersebut
mengungsi.2)
Tidak
pernah ada kejelasan penyelesaian dalam peristiwa itu. Bahkan polisi tampak
ragu menghadapi ancaman warga desa Hative Besar. Keraguan aparat ini tampak
jelas sebagai hasil penghujatan selama demo dengan pecahnya insiden Batu Gajah.
Dalam rangkaian penghujatan lewat berbagai media massa sebagian berpendapat
bahwa oknum Polri telah berhasil digalang untuk melaksanakan rencana mereka. Surat
kabar Suara Maluku tidak memberitakan peristiwa besar ini secara proporsional,
dua kali pemberitaan yang tidak jelas kemudian menghilang, padahal kasus Batu
Gajah diberitakan luar biasa bahkan tulisan-tulisan dengan ungkapan Anjing dan
Babi masih berulang selama sebulan.
Ummat
Islam yang menjadi panas karena solidaritas Islamiyahnya sebenarnya
mengharapkan adanya reaksi protes, pembelaan dan pertolongan yang memadai
tetapi hal itu tidak terjadi karena para pemimpinnya memang lemah dan tidak ada
tokoh pemersatu. Warga masyarakat desa Hative Besar telah membuktikan secara
nyata isu yang berkembang bahwa suku Bugis-Buton-Makassar dan Jawa-Sunda akan
diusir dari Ambon.
Setelah
aksi pembakaran itu para tokoh desa Hative Besar mengeluarkan pernyataan bahwa
mereka tidak akan menerima kedatangan suku Bugis-Buton-Makasar lagi ke desa
Wailete, karena itu desa Wailete tidak pernah dibangun lagi, bahkan
parapenghuni yang telah melarikan diri itu tak berani mengunjungi bekas
kampungnya. Pemerintah daerah tidak memasukanpembakaran desa Wailete ini
kedalam program rehabilitasi, dianggap bukan dalam rangka kerusuhan Ambon.3)
Serangan Massa
Kristen ke Desa Air Bak Akhir Desember 1998
27
Desember 1998 : Desa Air Bak, yang hanya berpenduduk sekitar 8 keluarga
beragama Islam (desa kecil) diserbu warga Desa Tawiri yang mayoritas beragama
Kristen. Pertikaian ini diawali ketika ada Babi peliharaan masyarakat Tawiri
memasuki kebun masyarakat desa Bak Air, hal seperti ini biasa terjadi.
Menghalau dengan lemparan batu saja Babi akan keluar dari kebun. Kali ini,
kejadian ini dijadikan masalah oleh orang Kristen Tawiri. Orang-orang Muslim
dilempari batu. Tidak ada penyelesaian, malah warga Muslim yang ditahan polisi.
5
Januari 1999 : Di tengah masyarakat beredar isu akan tejadinya kerusuhan pada
Hari Raya Iedul Fithri, meski beberapa penyampaian di antaranya dengan bahasa
yang disamarkan. Di bagian lain bisa dibaca bagaimana isu itu berkembang di
Kampung Batu Gantung Waringin. Seluruh rumah di situ dibakar dan diruntuhkan.
Kampung ini dihuni oleh mayoritas orang Bugis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar