PEMAHAMAN TENTANG ASLAMA, MUHSIN DAN HANIFAN DALAM SURAT
AN-NISA AYAT 125
Agama Islam berasal dari Allah. Memahami Islam secara
benar akan mengantarkan umatnya untuk mengamalkannya secara benar pula.
Sekarang ini problematika umat yang mendasar yaitu ketidak fahaman terhadap Al
Islam sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu
memahami “Dinnul Islam” adala suatu keharusan bagi umat Islam.
Pertama untuk memahami Islam secara benar adalah memahami
makna kata ISLAM secara lughowi (bahasa). Al Islam berasal dari akar
kata salima, mengandung huruf-huruf :sin, mim dan lam.
Dari ketiga huruf tersebut akan menurunkan kata-kata jadian yang kesemuanya
memiliki titik temu (al istiqo al kabir). Dari kata salama
muncul:
Aslama
Artinya adalah menundukan atau
menghadapkan wajah. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat An Nisa ayat
125:
ô
“ Dan siapakah yang lebih baik
agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang
diapun mengerjakan kebaikan, dan dia mengikuti agam ibrahim yang lurus? Dan
Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya”.
Allah
ingin memberikan pemahaman bahwa orang yang terbaik dalam ketundukannya kepada
Allah yaiyu orang yang menundukan wajahnya dan berarti seluruh jiwa dan raganya
merupakan cerminan dari ketundukan kepada Allah. Rahasia kata wajah
dalam al qur’an ialah:
- dari segi bahasa wajh (muka) adalah anggota tubuh yang paling mulia.
- Kata wajh ada hubungannya dengan kata iftijah (arah / orientasi), artinya seorang muslim orientasinya hanya kepada Allah.
Muhsin
Artinya kegemaran pada amal shaleh, Rausanfikr
(muslim tercerahkan) harus tercipta dalam diri kita masingmasing. Kita
tidak boleh masa bodoh atau tidak peduli (cuek) dengan persoalan di
sekitar kita. Kepedulian pada persoalan ummat akan mendorong kita menuju sebuah
keshalehan sosial yang sangat ditekankan oleh Islam. Islam tidak saja
mengajarkan keshalehan individu (taat pada perintah ibadah mahdhah).
Allah berfirman dalam surat
an-Nisa’ [4] ayat 125:
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia
mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayanganNya.
Hanif
Kata
hanif berasal dari kata kerja hanafa, yahnifu dan
masdarnya hanifan, artinya adalah “condong”, atau “cenderung” dan kata
bendanya “kecenderungan”. Dalam al-Qur’an, kata hanif yang dimaksud
adalah “cenderung kepada yang benar”, seperti dijelaskan oleh mufassir modern,
Maulana Muhammad Ali dalam The Holy Qur’an, yang merujuk kepada kamus al-Qur’an
al-Mufradat fi al-gharib karya al-Raghib al-Isfahani. Secara lengkap
pengertian hanif disampaikan oleh Nashir Ahmad sebagai berikut:
Ø Orang yang meninggalkan atau menjahui
kesalahan dan mengarahkan dirinya kepada petunjuk.
Ø Orang yang secara terus menerus
mengikuti kepercayaan yang benar tanpa keinginan untuk berpaling dari padanya
Ø Orang yang cenderung menata perilakunya
secara sempurna menurut Islam dan terus menerus mempertahankannya secara teguh
Ø Seseorang yang mengikuti agama Ibrahim,
dan
Ø Yang percaya kepada seluruh nabi-nabi.
Baik
Muhammad Ali maupun Nashir Ahmad, keterangan tentang hanif tersebut,
merujuk kepada al-Qur’an, surat al-Baqarah ayat 135:
“Dan mereka berkata:
“Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu
mendapat petunjuk”. Katakanlah : “Tidak, melainkan (Kami mengikuti) agama
Ibrahim yang lurus. dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik”.
Dari ayat itu pula diketahui bahwa lawan dari hanif
adalah syirik (politheis), yakni sebuah paham yang mempersekutukan Allah dengan
lainnya. Islam tidak mengajarkan politheisme (syirik) tetapi sebaliknya yang
ditekankan dalam ajaran Islam adalah monotheisme (tauhid) yaitu menolak segala
pengakuan dan keyakinan mausia atas tuhan-tuhan palsu. Jika pada zaman Jâhiliyyah,
tuhan-tuhan palsu itu dimanifestasikan dalam wujud berhala-berhala, maka pada
zaman modern ini, tuhan-tuhan palsu terwujud dalam banyak aspek dan bidang yang
lebih luas dan komplek dari sekadar berhala-berhala sesembahan. Tuhan-tuhan itu
lebih berbentuk kedhaliman dan penindasan, atau kesenangan dunia yang ketika
meraihnya harus merampas hak-hak orang lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar