PENDAHULUAN
Kekerasan
dalam rumah tangga dapat dipicu oleh banyak faktor. Diantaranya ada faktor
ekonomi, pendidikan yang rendah, cemburu dan bisa juga disebabkan adanya salah
satu orang tua dari kedua belah pihak, yang ikut ambil andil dalam sebuah rumah
tangga. Kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan faktor ekonomi, bisa
digambarkan misalnya minimnya penghasilan suami dalam mencukupi kebutuhan rumah
tangga.
Terkadang
ada seorang istri yang terlalu banyak menuntut dalam hal untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga, baik dari kebutuhan sandang pangan maupun kebutuhan
pendidikan. Dari situlah timbul pertengkaran antara suami dan istri yang
akhirnya menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Kedua belah pihak tidak lagi
bisa mengontrol emosi masing-masing. Seharusnya seorang istri harus bisa
memahami keuangan keluarga. Naik turunnya penghasilan suami sangat mempengaruhi
besar kecilnya pengeluaran yang dikeluarkan untuk keluarga. Disamping
pendapatan yang kecil sementara pengeluaran yang besar seorang istri harus
mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga, sehingga
seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim. Cara itu
bisa menghindari pertengkaran dan timbulnya KDRT di dalam sebuah keluarga.
Dari faktor pendidikan, bisa disebabkan oleh tidak
adanya pengetahuan dari kedua belah pihak bagaimana cara mengimbangi dan
mengatasi sifat-sifat yang tidak cocok diantara keduanya. Mungkin di dalam sebuah rumah tangga ada suami yang memiliki sifat arogan
dan cenderung menang sendiri, karena tidak adanya pengetahuan. Maka sang istri
tidak tahu bagaimana cara mengatasi sifat suami yang arogan itu sendiri.
Sehingga, sulit untuk menyatukan hal yang berbeda. Akhirnya tentulah kekerasan
dalam rumah tangga. Kalau di dalam rumah tangga terjadi KDRT, maka perempuan
akan menjadi korban yang utama. Seharusnya seorang suami dan istri harus banyak
bertanya dan belajar, seperti membaca buku yang memang isi bukunya itu
bercerita tentang bagaimana cara menerapkan sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah
dan warahmah.
Di dalam
sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar
tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah
rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak,
itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya
seorang suami dan istri bisa mengimbangi kebutuhan psikis, di mana kebutuhan
itu sangat mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang
suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya
masing-masing.
Sepertti
halnya dalam berpacaran. Untuk mempertahankan sebuah hubungan, butuh rasa
saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya. Begitu juga
halnya dalam rumah tangga harus dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika
sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas.
Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang
kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan. Tidak
sedikit seorang suami yang sifat seperti itu, terkadang suami juga melarang
istrinya untuk beraktivitas di luar rumah. Karena mungkin takut istrinya
diambil orang atau yang lainnya. jika sudah begitu kegiatan seorang istri jadi
terbatas. Kurang bergaul dan berbaur dengan orang lain. Ini adalah dampak dari
sikap seorang suami yang memiliki sifat cemburu yang terlalu tinggi. Banyak
contoh yang kita lihat dilingkungan kita, kajadian seperti itu. Sifat rasa
cemburu bisa menimbukan kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan
dalam rumah tangga juga bisa disebabkan tidak adanya rasa cinta pada diri
seorang suami kepada istrinya, karena mungkin perkawinan mereka terjadi dengan
adanya perjodohan diantara mereka tanpa didasari dengan rasa cinta terlebih
dahulu. Itu bisa membuat seorang suami menyeleweng dari garis-garis menjadi
seorang suami yang baik dan lebih bertanggung-jawab. Suami sering bersikap
kasar dan ringan tangan. Untuk menghadapi situasi yang seperti ini, istri butuh
kesabaran yang sangat amat besar. Berusaha berbuat semanis mungkin agar suami
bisa berubah dan bersikap manis kepada istri.
Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua
belah pihak harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa
menimbulkan kekerasan. Tidak hanya
satu pihak yang bisa memicu konflik di dalam rumah tangga, bisa suami maupun
istri. Sebelum kita melihat kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada
diri kita sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita, sehingga
menimbulkan perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-masing.
MENCEGAH KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA
Untuk
menurunkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga maka masyarakat perlu
digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan perempuan; menyebarkan
informasi dan mempromosikan prinsip hidup sehat, anti kekerasan terhadap
perempuan dan anak serta menolak kekerasan sebagai cara untuk memecahkan
masalah; mengadakan penyuluhan untuk mencegah kekerasan; mempromosikan
kesetaraan jender; mempromosikan sikap tidak menyalahkan korban melalui media.
Sedangkan
untuk pelaku dan korban kekerasan sendiri, sebaiknya mencari bantuan pada
Psikolog untuk memulihkan kondisi psikologisnya.
Bagi suami
sebagai pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan agar akar permasalahan yang
menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk berempati
dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya perubahan dalam pola
pikir suami dalam menerima dirinya sendiri dan istrinya maka kekerasan akan
kembali terjadi.
Sedangkan
bagi istri yang mengalami kekerasan perlu menjalani terapi kognitif dan belajar
untuk berperilaku asertif. Selain itu, istri juga dapat meminta bantuan pada
LSM yang menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar mendapat
perlidungan.
Suami dan
istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok dimana masing-masing
dapat melakukan sharing sehingga menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan
perkawinan yang sehat bukan dilandasi oleh kekerasan namun dilandasi oleh rasa
saling empati. Selain itu, suami dan istri perlu belajar bagaimana bersikap
asertif dan me-manage emosi sehingga jika ada perbedaan pendapat tidak perlu
menggunakan kekerasan karena berpotensi anak akan mengimitasi perilaku
kekerasan tersebut. Oleh karena itu, anak perlu diajarkan bagaimana bersikap empati
dan memanage emosi sedini mungkin namun semua itu harus diawali dari orangtua.
- Adalah segala bentuk baik kekerasan secara fisik, secara psikis, kekerasan seksual maupun ekonomi yang pada intinya mengakibatkan penderitaan, baik penderitaan yang kemudian memberi dampak kepada korban. (RUU anti KDRT)
- Adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berkaitan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/ penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, perampasan kemerdekaan yang melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Undang-undang no 23 tahun 2004)
- Kekerasan dalam rumah tangga tidak memandang status sosial ekonomi, agama, suku, bangsa dan usia, dimana wanita lebih sering menjadi korban kekerasan pasangannya. Walaupun wanita juga dapar melakukan hal yang sama, namun sebagian besar kekerasan dilakukan oleh laki-laki terhadap pasangan wanitanya.
- Sebagian wanita dapat melepaskan diri dari kekerasan di lingkungan keluarganya tetapi banyak yang tidak dapat melepaskan diri bahkan terjadi terus menerus. Kekerasan yang terjadi berminggu-minggu, bertahun-tahun sering menimbulkan ketakutan dan rasa cemas yang hebat pada wanita.
Lingkup
rumah tangga meliputi :
- Suami, isteri dan anak
- Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, isteri dan anak karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga
- Orang yang membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut
Bentuk-bentuk
kekerasan
- Kekerasan fisik
- Kekerasan non fisik (emosional/psikologis)
- Kekerasan seksual
- Kekerasan ekonomi
- Kekerasan sosial
Faktor
penyebab terjadinya KDRT
- Ketimpangan ekonomi antara suami dan isteri
- Penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan konflik
- Otoritas atau pengambilan keputusan ada si tangan suami
- Ada cukup banyak hambatan bagi isteri untuk meninggalkan keluarga
- Terjadi perbedaan gender dan diterapkannya konsep maskulinitas yang berkaitan dengan kekerasan, kehormatan pria dan dominasi atas perempuan dan persepsi bahwapria mempunyai kepemilikan terhadap perempuan
- Adanya perbedaan kesempatan mendapatkan pendidikan
- Adanya anggapan terhadap perempuan
Dampak KDRT
1)
Dampak terhadap wanita
- Terus menerus mengalami ketakutan dan kecemasan, hilangnya rasa percaya diri, hilang kemampuan untuk berindak dan rasa tidak berdaya
- Kematian akibat kekerasan fisik, pembunuhan atau bunuh diri
- Trauma fisik berat : memar berat luar/dalam, patah tulang, cacat
- Trauma fisik dalam kehamilan yang berisiko terhadap ibu dan janin
- Kehilangan akal sehat atau gangguan kesehatan jiwa
- Curiga terus menerus dan tidak mudah percaya kepada orang lain (paranoid)
- Gangguan psikis berat (depresi, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi seksual, kurang nafsu makan, kelelahan kronis, ketagihan alkohol dan obat-obatan terlarang)
2)
Dampak terhadap anak-anak
- Perilaku yang agresif atau marah-marah
- Meniru tindakan kekerasan yang terjadi di rumah
- Menjadi sangat pendiam dan menghindar
- Mimpi buruk dan ketakutan
- Sering tidak makan dengan benar
- Menghambat pertumbuhan dan belajar
- Menderita banyak gangguan kesehatan
3)
Dampak terhadap masyarakat
- Siklus kekerasan akan terus berlanjut ke gerasi yang akan datang
- Anggapan yang keliru akan tetap lestari bahwa pria lebih baik dari wanita
- Kualitas hidup manusia akan berkurang karena wanita tidak berperan serta dalam aktivitas masyarakat bila wanita tersebut dilarang berbicara atau terbunuh karena tindakan kekerasan
- Efek terhadap produktifitas, misalnya mengakibatkan berkurangnya kontribusi terhadap masyarakat, kemampuan realisasi diri dan kinerja, dan cuti sakit bertambah sering
Cara
mencegah dan menangani KDRT
- Masyarakat harus menyadari bahwa KDRT sebagai masalah yang perlu diatasi
- Menyebarluaskan produk hukum KDRT
- Membekali perempuan dengan cara-cara penjagaan keselamatan diri
Sanksi hukum
kekerasan atau penganiayaan di Indonesia
- Maraknya KDRT baik fisik maupun non fisik merupakan persoalan kekerasan dalam rumah tangga mulai terkuat kehidupan masyarakat. Banyak korban berjatuhan dan kebanyakan yang menjadi korban adalah perempuan, namun ini tidak pernah dianggap sebagai persoalan publik, hanya menjadi persoalan keluarga dan rumah tnagga belaka yang tentunya hanya akan mendatangkan kepedihan bagi korbannya.
Peraturan
mengenai KDRT
UU RI no 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT yang
selama ini dianggap sebagai persoalan pribadi atau keluarga sekarang ini telah
menjadi masalah publik, karena persoalan KDRT ini tidak terlepas dari persoalan
HAM, dilaksanakan untuk memelihara kebutuhan rumah tangga yang harmonis dan
sejahtera.
UU no 23 tahun 2004 bertujuan untuk penghapusan KDRT
dilaksanakan berdasarkan asas penghormatan HAM, keadilan gender non
diskriminasi dan perlindungan korban
Kitab
undang-undang hukum pidana (KUHP)
Pasal 351-356 mengatur penganiayaan yang berarti hanya
terbatas pada kekerasan fisik. Pelaku penganiayaan dapat di hukum denda atau
penjara.
Pasal 286-299 yang mengatur perkosaan dan perbuatan
cabul. Di Indonesia pelaku penganiayaan diancam hukum denda atau penjara antara
8 bulan sampai 15 tahun. Bila korban adalah anggota keluarga dekat seperti
bapak, ibu, istri dan anak-anak, ancaman bisa ditambah sepertiga dari pusat
penganiayaan yang bersangkutan.
Peran
petugas kesehatan
Petugas kesehatan khususnya bidan dapat berperan
penting dalam menghadapi kasus KDRT. Pertolongan sedini mungkin dapat mencegah
terjadinya masalah kesehatan yang serius dan berlarut-larut akibat kekerasan.
Dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan harus :
- Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya
- Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visuma t repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti
- Pelayanan kesehatan tersebut dialkukan di sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar