Jumat, 03 Februari 2012

tentang etika


ETIKA BERKUMPUL – 1
( Memberikan Kelapangan )
.
.
.
“ Dari riwayat abu Sa`id al-Khudri, ia berkata : aku menyimak Rasulullah SAW bersabda : Sebaik-baiknya perkumpulan adalah yang paling luas (yang melapangkan) setiap anggota majlis / perkumpulan”.

ETIKA BERKUMPUL – 2
( Amanah dan haq )
.

.
“Dari riwayat Jabir bin `Abdillah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Perkumpulan-perkumpulan itu (masih dalam koridor) amanah kecuali 3 perkumpulan-perkumpulan, yaitu perkumpulan yang didalamnya ditumpahkan darah yang diharamkan (pembunuhan), perkumpulan yang didalamnya dihalalkan kemaluan yang diharamkan (perzinaan), perkumpulan yang didalamnya dihalalkan harta yang bukan menjadi haknya (perampasan, pencurian)
Ia adalah majelis dzikir, mihrabnya ibadah, menaranya pengajaran ilmu dan pengetahuan pokok-pokok syari’at. Bahkan ia merupakan lembaga pertama yang menjadi titik tolak penyebaran ilmu dan pengetahuan di dalam Islam.
Mengenai keutamaan masjid dan keagungan kedudukannya, maka terdapat banyak teks-teks agama (an-nushush) mengenai hal tersebut, diantaranya adalah :


Firman Allah Ta’ala :




“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS.72:18).
Allah Subhanahu wa Ta’ala –sebagai Pemilik segala sesuatu- menyandingkan masjid-masjid kepada-Nya. Penyandaran masjid kepada-Nya merupakan pemuliaan dan mengagungan terhadapnya. Dan masjid bukanlah kepunyaan siapapun, melainkan Allah semata. Sebagaimana halnya dengan ibadah yang telah dibebankan oleh Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya, maka tidaklah diperkenankan untuk dialihkan pelaksanaannya selain kepada-Nya saja.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan kepada siapa saja yang membangun masjid di muka bumi ini yang dilandasi dengan niat karena Allah Ta’ala semata, maka Allah Ta’ala akan membangunkan rumah baginya di surga.
Jika masjid dikehendaki memainkan peranan-peranannya, maka dimungkinkan untuk menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga lain, yang pada akhirnya akan mewarnai kehidupan masyarakatnya, dengan celupan islami yang pernah mewarnai komunitas masyarakat pertama di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan generasi awal dari kalangan para sahabat dan tabi’in Radhiyallahu ‘Anhum dan zaman-zaman kecemerlangan Islam.
Sudah selayaknya lembaga-lembaga ini saling bekerjasama dengan masjid di bidang penyuluhan dan pembudayaan. Dan lembaga-lembaga ini bekerja secara menyeluruh dan terprogram rapi, sehingga menghasilkan produk muslim yang soleh. Sesungguhnya peran masjid dalam realitasnya, merupakan bagian integratif bersama peran-peran lembaga-lembaga lainnya di dalam masyarakat. Dari masjidlah, lembaga-lembaga ini menjalankan kegiatan-kegiatannya yang mengurai berbagai belitan, serta berpartisipasi dalam merajut kehidupan masyarakat.
Sesungguhnya masjid masih tetap menjalankan peranannya yang agung ini selama berabad-abad, dan berlangsung hingga saat ini dimana umat Islam yang secara internal berada pada tingkatan “buih lemah yang mengapung”. Sementara secara ekstrenal, kekuatan jahat, kezaliman secara terang-terangan memaklumatkan permusuhan dan peperangan atas umat Islam. Peranan masjid menjadi melemah dan terkulai, mata airnya mengering, terjadi di hampir kebanyakan negeri-negeri Islam !!! Demikian itu disebabkan kelengahan, kedustaan dan niat-niat buruk sebagian mereka kepada yang lainnya.
Ditengah-tengah kondisi yang terpuruk ini, dan ditengah-tengah kelompok-kelompok yang bertujuan untuk mencukur masjid dari misi dan tugasnya di dalam masyarakat. Ruh Islam tidak pernah pudar, bahkan ia terus mengalir di setiap pembuluh darah dunia Islam dengan aliran yang alami dan tenang. Lalu mendorongnya kepada Islam, dengan dorongan yang berkesinambungan. Lalu hasil dari ini semua, terbangunnya kesadaran dan terjadinya kebangkitan yang penuh keberkahan. Masjid mulai mempersiapkan dirinya untuk menjalankan perannya sebagai pemandu masyarakat muslim dalam pengarahan, pendidikan dan pembinaan. Sebagai sel-sel hidup yang mengalir dengan gerakan dan pelayanan, untuk melaksanakan perannya dan menjalankan kewajibannya bersama dengan lembaga-lembaga lainnya, seperti di rumah, sekolah, barak-barak militer, dan taman-taman bermain dan lain sebagainya, dengan bahu membahu bersama-sama di medan penyadaran dan penyuluhan.
Masjid memiliki urgensi yang besar dan kedudukan yang agung dalam masyarakat Islam. Al-Qur`an al-Karim telah menegaskan kedudukan masjid dan ganjaran bagi orang yang yang menyibukkan dirinya dalam memakmurkan masjid. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :





“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat.” (QS.24:36-37).
Dan firman-Nya yang lain :



“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. 9:18).
Sesungguhnya satu rakaat yang dilakukan kaum muslimun di salah satu rumah Allah, dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, dapat membenamkan ke dalam jiwa-jiwa mereka akan hakikat-hakikat kesetaraan kemanusiaan, memunculkan rasa cinta dan persaudaraan, yang tidak dapat dilakukan oleh berpuluh-puluh buku yang mengajak kepada kesetaraan dan berbicara mengenai falsafah manusia teladan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memulai pembangunan masyarakat islami di Madinah Munawwarah dengan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengikat hati-hati kaum muslimin dalam naungannya, dengan tali persaudaraan karena Allah. Bagi mereka, masjid merupakan sebaik-baik jaminan untuk mencapai hal tersebut, dan merupakan kenikmatan yang paling besar dibanding kesibukan-kesibukan dunia, dan berbagai fitnah hawa nafsu lainnya.
Sesungguhnya kaitan masjid dengan masyarakat sangatlah kuat. Lebih dari sekedar seorang berdiri untuk mengerjakan shalat lima fardhu dalam sehari semalam, kemudian ia mengunci pintunya setelah itu. Sehingga hubungannya menjadi terputus dengan kaum muslimin dengan segala urusannya. Tidak, tidaklah demikian!!! Sesungguhnya sebagai sebuah lembaga, ia memiliki pengaruh sebagaimana yang telah kami sebutkan terhadap jiwa-jiwa manusia, dan efek yang telah kami jelaskan dalam mendidik mereka. Sudah menjadi keharusan untuk menjadikan kerekatan masjid terhadap situasi dan kondisi masyarakat menjadi kerekatan yang interaktif, kokoh dan kontinue.
Masjid merupakan Media Implementasi Amal dalam rangka mengajak kepada
Iman & Amal Soleh, Pendidikan, Pembudayaan, Pembinaan dan Penyuluhan 5
Masjid adalah institusi pertama yang menjadi titik tolak penyebaran ilmu dan pengetahuan dalam Islam, dan dia membawa kekhususan yang asasi dinisbatkan kepada masyarakat muslim. Ia merupakan sumber tolakan pertama untuk dakwah Islam, dan juga sebagai sumber mata air petunjuk Rabbani. Maka pada langitnya, menjulang tinggi dakwah kepada iman dan amal shalih. Melalui mimbarnya, diajarkan iman dan amal shalih. Di hamparan buminya yang suci, ditunaikan amal shalih. Dan ia menjadi pusat dimana prinsip jihad yang agung bergerak mengelilinginya. Juga sebagai poros dimana segala pemikiran dan perasaan menyelubung di seputarnya. Tempat pengemblengan yang memunculkan kebangkitan dan orang-orang komit yang membawa penyulut-penyulut cahaya dan hidayah, mereka menjelajahi penjuru dunia membawa sifat, aroma dan kesucian masjid.
Shalat Berjama’ah di Masjid & Pengaruhnya pada Pendidikan dan Penyuluhan 6
Hal yang pasti bahwa misi masjid di dalam Islam, menjadikan prioritas pertamanya pada pembinaan ruhani. Shalat berjama’ah dan membaca al-Qur`an al-Karim merupakan aktifitas yang mendapatkan pahala yang besar dan ganjaran yang banyak
Di dalam masjid, sesungguhnya kaum muslimin merasakan persaudaran Islam (ukhuwwah al-Islam) dan komunitas penegak shalat. Masyarakat ini dikendalikan oleh cinta, ketulusan dan keharmonisan. Mereka merupakan masyarakat yang berusaha mencari tahu keadaan saudaranya yang tidak hadir, dan bersikap elok terhadap yang hadir, saling membantu sebagian mereka dengan sebagian yang lainnya. Dan pertemuan kaum muslimin ini, terjadi lima kali dalam sehari di masjid. Jiwa-jiwa mereka mendapatkan santapan ruhani dengan al-Qur`an, dan terbina dengan iman. Membawa mereka kepada kesabaran terhadap hal yang menyakitkan, berjabatan tangan secara elegan, menundukkan nafsu, serta meningkatkan keimanan dan kepasrahan mereka.

  1. Yang berhubungan dengan ilmu sosial
Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya sebagian besar tenaga hukum kedokteran yaitu ketentuan hukum yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau pemeliharaan kesehatan dalam menjalankan profesinya seperti dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, nutrisionis, fisioterapis, ahli rekam medik dan lain-lain.
Masing-masing disiplin ini umunnya telah mempunyai etik profesi yang harus diamalkan anggotanya. Begitu pula rumah sakit sebagai suatu institusi dalam pelayanan kesehatan juga telah mempunyai etika yang di Indonesia terhimpun dalam Etik Rumah Sakit Indonesia (ERSI).
Dengan demikian dalam menjalankan pelayanan kesehatan masing-masing profesi harus berpedoman pada etika profesinya dan harus pula memahami etika profesi disiplin lainnya apalagi dalam wadah dimana mereka berkumpul (rumah sakit) agar tidak saling berbenturan.

  1. Berhubungan dengan sains dan iptek

Saintis adalah seorang yang mendalami suatu pengetahuan yang sistematis atau kemudian disebut sebagai ilmu. Ilmu bisa dianggap sebagai sains. Apapun ilmu itu. Sehingga kemudian pada kenyataannya kita mengenal natural science, Economic science, Social Science dan banyak lainnya. Dalam hirarki filsafat ilmu kemudian dikenal sebagai turunan dari filsafat. Filsafat sebagai sarana pencrian hakekat ‘sesuatu’ yang kemudian menghasilkan pengetahuan, ketika pengetahuan tersebut telah mencapai sebuah sistematika tertentu maka akan disebut ilmu. Kemudian sains ketika diterapkan akan menjadi sains terapan, dan ketika menemukan bentuk praksisnya berdasarkan rekayasa dan kemanfaatannya akan berubah menjadi teknologi. Teknologi pada awalnya juga hanya merupakan ilmu rekayasa yang membasiskan pada dasar-dasar yang dianut pada natural sains, namun belakangan kemudian dikenal adanya social engineering. Asumsi bahwa natural science selalu kuantitatif dan social science selalu kualitatif ternyata juga tidak berlaku lagi. Sehingga batas antara eksakta dan sosial kemudian bukan berada pada metode atau konsep filsafat ilmunya, namun berada pada jenis obyek yang diamati.
Namun, kesimpulan terakhir di atas menjadi sulit diterapkan ketika kita melihat pada Psikologi contohnya. Seperti yang kita tahu, saat ini ada dua aliran besar di Indonesia pada jurusan Psikologi yang menganggap bahwa psikologi adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam dan ada kelompok lain yang mengangap sebagai bagian dari ilmu pengetahuan sosial.
Sains dan Engineering kemudian menjadi berbeda karakteristik secara mendasar. Sains yang berkembang dalam paradigma ‘terpisahnya pengamat dari obyek’ dan ‘sains untuk sains’ sehingga yang dikejar adalah obyektifitas sejati yang memisahkan manfaat/ kegunaan dari aktifitas penelitian. Sedangkan Engineering berkembang dalam paradigma ‘kegunaan untuk kehidupan manusia’ atau lebih dekat dengan filsafat pragmatisme sehingga manusia dianggap sebagai bagian integral dari pengembangan engineering.
  1. Berhubungan dengan aqidah, akhlak dan syariah
Kita untuk senantiasa meningkatkan taqwa, agar Allah Swt berkenan memberi solusi atas problem yang kita hadapi. Marilah peningkatan taqwa ini kita jadikan sebagai agenda hidup yang utama, agar menjadi manusia ideal menurut Islam, seperti firman-Nya:






Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di hadapan Allah adalah orang yang paling bertaqwaSesung- guhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. Al-Hujurat, 49:13)
Di zaman kita sekarang ini, sedikit orang yang menjadi kan taqwa sebagai pola hidupnya, yaitu menjalani hidup di bawah naungan syari’at Allah. Kebanyakan umat Islam adalah ‘Muslim Otodidak’ yang mengamalkan Islam menurut pemahaman dan penghayatan pribadinya, sehingga adakalanya benar dan lebih sering keliru  mema hami dan mengamalkan perintah taqwallah.
Sebagai manifestasi pola hidup taqwa, Islam mengajar- kan supaya manusia menjalani kehidupan berdasarkan petunjuk Allah. Dan mengikuti petunjuk Allah berarti menjalani kehidupan ini sebagai hamba Allah, menyembah-Nya sesuai dengan yang diperintahkan-Nya, serta melaksa- nakan syari’at Islam agar tercapai missi rahmatan lil alamin.
Prinsip utama beragama Islam adalah memiliki aqidah yang lurus tanpa dicampuri kesyirikan, ibadah yang benar, akhlak yang terpuji, dan muamalah (hubungan sosial) yang baik. Adapun pilar-pilar aqidah meliputi iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat, dan takdir, yang kita kenal dengan rukun iman. Ibadah yang benar adalah ibadah yang didasarkan atas perintah Allah, bukan karena bisikan jin atau berdasarkan wangsit juru kunci merapi. Sedangkan prinsip akhlak dan muamalah yang baik mengikuti tauladan rasulullah Saw.
Beriman kepada rukun iman yang enam, menuntut pengakuan terhadap satu-satunya agama yang benar, adalah Islam. Oleh karena itu, dalam segala urusan, orang berimana tidak pantas mengikuti gaya hidup orang kafir, sekuler, liberal, yang tidak mengimani rukun iman itu. Tidak pantas bagi orang beriman mengikuti jalan hidup yang ditunjukkan oleh kaum sesat dan dimurkai Allah seperti Yahudi, Nasrani serta orang-orang musyrik. Lebih tidak pantas lagi, ketika rakyat Indonesia ditimpa musibah tsunami, gempa dan gunung berapi, anggota DPR RI malah ngelencer ke Belanda, belajar hukum kolonial pada mantan penjajah. Atau belajar etika dan moral, ke negeri Plato Yunani, sekadar menghabiskan anggaran belanja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar