Jumat, 03 Februari 2012

Orang yang mendalami ilmu



“Dari riwayat Ibnu Akbar, la berkata : Rosulillah SAW, bersabda : Orang yang mendalami ilmu ( fiqih ) jauh lebih berat menurut syetan ( untuk digoda ) dibandingkan dengan seribu abid ( orang yang melakukan ritual semata ).
Inti hadits di atas adalah :
1.      Ilmu adalah kunci seorang untuk tetap eksis menghadapi kehidupan dunia ini serta untuk meraih sukses akhiratnya.
Dari hadits ini kita memperoleh pengertian, bahwa islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan,mengetahui segala kemaslahatan dari jalan kemanfaatan menyelami hakekat alam, dapat meninjau dan menganalisa segala pengalaman yang didapati umat yang lalu, baik yang berhubungan dengan aqoid dan ibadat. Baik yang berhubungan dengan soal-soal keduniawian dan sgala kebutuhan hidup.
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu. Ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna untuk menuntun kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita didunia. Agar tiap-tiap muslim agar tidak picik dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang di Ridhoi Allah SWT.
Demikian pula islam mewajibkan kita menuntut ilmu akhirat yang menghasilakan natijah, yakni ilmu yang di amalkan sesuai dengan perintah-perintah syara`.
Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu ada halnya wajib Ain dan ada halnya wajib Kifayah.
Ilmu yang wajib Ain di pelajari oleh Mukalaf yaitu yang perlu di ketahui untuk meluruskan aqidah yang wajib dipercayai oleh seluruh muslimin, dan yang perlu di ketahui untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang difardhukan seperti ; sholat, puasa, zakat dan haji. Disamping itu perlu dipelajari ilmu akhlak untuk mengetahui adap sopan santun yang perlu dilaksanakan dan tingkah laku yang buruk yang harus kita tinggalkan.
Sedang ilmu wajib Kifayah hukum mempelajarinya ialah ilmu-ilmu yang hanya menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsik, ilmu hadits ndan sebagainya.

2.      Demikian pentingnya ilmu sehingga Al-Quran pun menyatakan bahwa orang yang beriman tulus berilmu setingkat lebih tinggi derajatnya dari orang yang hanya beriman tanpa ilmu.
Karena dilihat dari segi ibadah, bahwa menuntut ilmu adalah sebagai ibadat. Artinya menuntut ilmu itu sangat tinggi nilai dan pahalanya, sebagai mana sabda Nabi Muhammad SAW.



Artinya : “ Sungguh kiranya engkau melangkahkan kakinya diwaktu pagi ( maupun petang ) kemudian mempelajari satu ayat dari kitab Allah ( Al-Quran) maka pahalanya lebih baik dari pada ibadat satu tahun.
Dalam hadits lain dinyatakan :



Artinya : “ Barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah ( Orang yang menegakkan agama Allah ) sehingga ia sampai pulang kembali”.
( H. R. Tirmidzi )
Mengapa menuntut ilmu itu sangat tinggi nilainya, dilihat dari segi ibadah? Karena amal ibadah yang tidak di landasi dengan ilmu yang berhubungan dengan itu, akan sia-sialah amalnya, Syaikh Ibnu Ruslan dalam hal ini menyatakan.



Artinya : “Siapa saja yang beramal ( melaksanakan amal ibadah tanpa ilmu ) maka segala amal ibdahnya akan ditolak, yang tidak diterima.
Derajat orang Yang berilmu, jika ditinjau dari segi orang yang memiliki ilmu dengan yang tidak, maka sungguh jauh sekali perbedaannya, baik nilainya maupun derajatnya. Sebagaimana firman Allah SWT.



Artinya : “Ketahuilah hai Muhammad : Adakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu ? sesungguhnya yang dapat menyadari itu hanyalah orang yang mempunyai fikiran”. ( S. Az-Zunar : 9 )
Tafsik dari Q. S. Az-Zunar : 9.
Katakanlah :” Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertaqwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik didunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Didalam surat Al-Mujadillah : 11



Artinya : “ Allah meninggikan segala orang yang beriman dan segala orang yang diberikan ilmu dengan beberapa derajat”.
Sedangkan tafsik dari Q. S. Al-Mujadillah : 11
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusunya dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih, jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.
Dari ayat-ayat di atas tersebut menggambarkan betapa tinggi nilai dan derajat orang yang berilmu itu. Dengan ilmu manusia akan memperoleh segala kebaikan; dan dengan ilmu manusia akan memperoleh kedudukan derajat yang mulia. Walaupun suatu ketika pandangan manusia terhadap ilmu atau pemilik ilmu menjadi kabur, karena kerasnya pengaruh benda-benda atau yang lain-lain, tetapi kita yakin, nanti pada suatu ketika juga manakala bahaya yang ditimbulkan oleh benda-benda atau yang lainnya telah menghebat, orang akan kembali lagi mencari ilmu untuk pengobatnya.


3.      Hadits di atas ini pula memberikan dorongan pada umat islam. Untuk berilmu, sebab orang yang berilmu jauh lebih berat untuk digoda syetan dibandingkan orang yang beribadah dengan perbandingan yang cukup besar.
Sekiranya Allah tidak membangkitkan Rasul untuk menjadi guru manusia, guru dunia, tentulah masyarakat, manusia tinggal dalam kebodohan sepanjang masa, Nabi di utus kedunia inipun dengan tugas mengajar. Mengajarkan ilmu kecuali memang diperintah oloeh agama juga dapat di ambil manfaatnya. Sungguh tidak disangkal lagi, bahwa mengajar adalah suatu pekerjaan yang seutama-utamanya. Sebagaimana sabdanya.
Artinya : “Aku di utus ini untuk menjadi pengajar”.
(H.R. Baihaqi)
Walaupun akal dan otak manusia mungkin menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan namun masih ada juga hal-hal yang diluar akal manusia dan tidak dapat dijangkaunya untuk itulah Rasul Allah dibangkitkan didunia ini.
Mengingat pentingnya penyebaran ilmu pngetahuan kepoada manusia secsrs luas agar mereka tidak dalam kebodohan dan kegelapan, maka diperlukan kesadarannya bagi para mualim, para guru dan para ulama, untuk beringan tangan menuntun mereka menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Marilah kita tuntut ilmu pengetahuan, sesempat mungkin dengan tidak ada hentinya tanpa absen sampai keliang kubur dengan tekad mengamalkan dan mengembangkannya kepada masyarakat agar kita semua dapat mengenyam hasil dan buahnya.


 
Referensi : Drs. Moh. Rifa`, “Ilmu Fiqih Islam”
Keterangan : MENUNTUT ILMU DENGAN AQIDAH.
Menuntut Ilmu Dengan Aqidah. Akidah dalam islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah, ucapan dalam islam dalam bentuk dan kalimat syahadat, yaitu menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammmad sebagai utusan Allah, perbuatan dengan amal shaleh. Aqidah demikian itu mengandung arti bahwa orang beriman tidak ada rasa dalam hati, atau ucapan dimulut dan perbuatan melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman kepada Allah, yakni tidak ada niat ucapan dan perbuatan yang dikemukakan oleh orang yang beriman itu kecualai yang sejalan dengan kehendak Allah. Akidah dalam islam selanjutnya harus berpengaruh kedalam segala aktifitas yang dilakukan manusia sehingga berbagai aktifitas tersebu bernilai ibadah. Dalam hubungan ini Yusuf Al-Gordowi mengatakan bahwa iman menurut pengertian yang sebenarnya ialah kepercayaan yang meresap kedalam hati dengan penuh keyakinan tidak bercampur syak dan ragu. Serta memberi pengaruh pandangan hidup tingkah laku perbuatan sehari-hari. Demikian akidah bukan sekedar keyakinan dalam hati melainkan dalam tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku serta berbuat yang pada akhirnya menimbulkan amal shaleh.
Karakteristik ajaran islam dalam bidang ilmu bersikap terbuka akumulatif tetapi juga selektif. Dari satu segi islam terbuka dan akumulatif untuk menerima berbagai masukan dari luar, tetapi bersamaan dengan itu juga islam selektif, yakni tidak bbegitu saja menerima seluruh jenis dan kebudayaan. Melainkan ilmu dan teknologi islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk bersikap terbuka atau tidak tertutup, sekalipun kita yakin bahwa islam itu bukan timur dan barat, ini tidak berarti kita harus menutup diri dari keduanya.
Ketika peradapan besar di barat dan timur tenggelam dan mengalami kemosrotan. Islam bertindak sebagai pewaris utamanya kemudian  di ambil oleh peradapan barat sekarang melalui Renaisanse. Jadi dalam sejarah peradapan dunia. Dalam ukuran waktu selama 8 abad itu, islam bahkan mengembangkan warisan-warisan ilmu pengetahuan dan teknologi dari peradapan-peradapan tersebut. Dan dengan ini pula islam tidak sekedar mewarisi tetapi juga melakukan ENRICHMENT dalam subtansi dan bentuknya, melalui inilah islam akhirnya mampu mengembangkan arisan-warisan sendiri yang otentik. Melalui karya S. I. Poeradisastra berjudul sumbangan islam kepada ilmu dan peradapan modern, kita dapat memperoleh peranan yang lengkap mengenai peranan yang dimainkan islam dalam ilmu pengetahuan dan peradapan modern, baik yang berkenaan dengan ilmu alam, teknik dan arsitektur. Maupun ilmu pengetahuan sosial, filsafat, sastra, kedokteran, matimateka, fisika, dan lain sebagainya. Karasteritik dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat dilihat dari 5 ayat pertama surat Al-Alaq yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, pada ayat tersebut terdapat kata iqro` yang di ulang sebanyak dua kali, kata tersebut menurut A. Baiqun selain berarti membaca dalam arti biasa, juga berarti menelaah, mengobservasi,, membandingkan, mengukur, mendiskripsikan,, menganalisa dan menyimpulkan secara induktif. Semua cara tersebut dapat digunakan dalam proses mempejari sesuatu.
Dari bidang sosial ajaran islam dalam bidang sosial termasuk yang paling menonjol karena seluruh bidang ajaran islam sebagaimana yang telah disebutkan pada akhirnya ditujukan untuk kesejahteraan manusia. Dalam bidang sosial ini islam menjunjung tinggi tolong-menolong, saling menasehati, tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat) tenggang rasa dan kebersamaan, ajaran islam selanjutnya dapat dipahami dari konsepsinya dalam bidang kehidupan. Islam memandang bahwa kehidupan yang harus dilakukan manusia adalah kehidupan yang seimbang dan tidak terpisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Urusan dunia dikejar dalam rangka mengejar kehidupan akhirat dan kehidupan akhir dicapai dengan dunia. Dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Mubarak yang artinya “Bukanlah termasuk orang baik diantara kamu adalah orang yang meninggalkan dunia karena mengejar kehidupan akhirat, dan orang yang meninggalkan akhirat karena mengejar kehidupan dunia. Orang yang baik adalah orang yang meraih keduanya secara seimbang.
 

Yusuf Al-Gordawwi. Iman dan Kehidupan (terjh. H. Fachrudin Hs) dari judul Al-Iman wa Al-Hayat (Jkt. Bulan Bintang 1977)ket. Hal 25


















PENUTUP
Dalam bidang sosial ini islam menjunjung tinggi tolong-menolong, saling menasehati, tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat) tenggang rasa dan kebersamaan, ajaran islam selanjutnya dapat dipahami dari konsepsinya dalam bidang kehidupan. Islam memandang bahwa kehidupan yang harus dilakukan manusia adalah kehidupan yang seimbang dan tidak terpisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Urusan dunia dikejar dalam rangka mengejar kehidupan akhirat dan kehidupan akhir dicapai dengan dunia.
Demikianlah makalah yang kami buat, apabila terdapat kesalahan itu semata-mata dari kami, semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi pembaca dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar