“Dari riwayat Ibnu Akbar, la berkata :
Rosulillah SAW, bersabda : Orang yang mendalami ilmu ( fiqih ) jauh lebih berat
menurut syetan ( untuk digoda ) dibandingkan dengan seribu abid ( orang yang
melakukan ritual semata ).
Inti hadits di atas adalah :
1. Ilmu
adalah kunci seorang untuk tetap eksis menghadapi kehidupan dunia ini serta
untuk meraih sukses akhiratnya.
Dari hadits ini kita memperoleh pengertian, bahwa
islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu,
berpengetahuan,mengetahui segala kemaslahatan dari jalan kemanfaatan menyelami
hakekat alam, dapat meninjau dan menganalisa segala pengalaman yang didapati
umat yang lalu, baik yang berhubungan dengan aqoid dan ibadat. Baik yang
berhubungan dengan soal-soal keduniawian dan sgala kebutuhan hidup.
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu. Ilmu dunia yang
memberi manfaat dan berguna untuk menuntun kita dalam hal-hal yang berhubungan
dengan kehidupan kita didunia. Agar tiap-tiap muslim agar tidak picik dan agar
setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, yang dapat membawa
kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang di Ridhoi Allah SWT.
Demikian pula islam mewajibkan kita menuntut ilmu
akhirat yang menghasilakan natijah, yakni ilmu yang di amalkan sesuai dengan
perintah-perintah syara`.
Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu ada halnya
wajib Ain dan ada halnya wajib Kifayah.
Ilmu yang wajib Ain di pelajari oleh Mukalaf yaitu
yang perlu di ketahui untuk meluruskan aqidah yang wajib dipercayai oleh
seluruh muslimin, dan yang perlu di ketahui untuk melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan yang difardhukan seperti ; sholat, puasa, zakat dan haji.
Disamping itu perlu dipelajari ilmu akhlak untuk mengetahui adap sopan santun
yang perlu dilaksanakan dan tingkah laku yang buruk yang harus kita tinggalkan.
Sedang ilmu wajib Kifayah hukum mempelajarinya ialah
ilmu-ilmu yang hanya menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsik, ilmu hadits ndan
sebagainya.
2. Demikian
pentingnya ilmu sehingga Al-Quran pun menyatakan bahwa orang yang beriman tulus
berilmu setingkat lebih tinggi derajatnya dari orang yang hanya beriman tanpa
ilmu.
Karena dilihat dari segi ibadah, bahwa menuntut ilmu
adalah sebagai ibadat. Artinya menuntut ilmu itu sangat tinggi nilai dan
pahalanya, sebagai mana sabda Nabi Muhammad SAW.
Artinya : “ Sungguh kiranya engkau melangkahkan
kakinya diwaktu pagi ( maupun petang ) kemudian mempelajari satu ayat dari
kitab Allah ( Al-Quran) maka pahalanya lebih baik dari pada ibadat satu tahun.
Dalam hadits lain dinyatakan :
Artinya : “ Barang siapa yang pergi untuk menuntut
ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah ( Orang yang menegakkan agama
Allah ) sehingga ia sampai pulang kembali”.
( H. R. Tirmidzi )
Mengapa menuntut ilmu itu sangat tinggi nilainya,
dilihat dari segi ibadah? Karena amal ibadah yang tidak di landasi dengan ilmu
yang berhubungan dengan itu, akan sia-sialah amalnya, Syaikh Ibnu Ruslan dalam
hal ini menyatakan.
Artinya : “Siapa saja yang beramal ( melaksanakan
amal ibadah tanpa ilmu ) maka segala amal ibdahnya akan ditolak, yang tidak
diterima.
Derajat orang Yang berilmu, jika ditinjau dari segi
orang yang memiliki ilmu dengan yang tidak, maka sungguh jauh sekali
perbedaannya, baik nilainya maupun derajatnya. Sebagaimana firman Allah SWT.
Artinya : “Ketahuilah hai Muhammad : Adakah sama
orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu ? sesungguhnya yang dapat
menyadari itu hanyalah orang yang mempunyai fikiran”. ( S. Az-Zunar : 9 )
Tafsik dari Q. S. Az-Zunar : 9.
Katakanlah :” Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman,
bertaqwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik didunia ini
memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang
yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Didalam surat Al-Mujadillah : 11
Artinya : “ Allah meninggikan segala orang yang
beriman dan segala orang yang diberikan ilmu dengan beberapa derajat”.
Sedangkan tafsik dari Q. S. Al-Mujadillah : 11
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu
mengadakan pembicaraan khusunya dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan
sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu adalah
lebih baik bagimu dan lebih bersih, jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan)
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.
Dari ayat-ayat di atas tersebut menggambarkan betapa
tinggi nilai dan derajat orang yang berilmu itu. Dengan ilmu manusia akan
memperoleh segala kebaikan; dan dengan ilmu manusia akan memperoleh kedudukan
derajat yang mulia. Walaupun suatu ketika pandangan manusia terhadap ilmu atau
pemilik ilmu menjadi kabur, karena kerasnya pengaruh benda-benda atau yang
lain-lain, tetapi kita yakin, nanti pada suatu ketika juga manakala bahaya yang
ditimbulkan oleh benda-benda atau yang lainnya telah menghebat, orang akan
kembali lagi mencari ilmu untuk pengobatnya.
3. Hadits
di atas ini pula memberikan dorongan pada umat islam. Untuk berilmu, sebab
orang yang berilmu jauh lebih berat untuk digoda syetan dibandingkan orang yang
beribadah dengan perbandingan yang cukup besar.
Sekiranya Allah tidak membangkitkan Rasul untuk
menjadi guru manusia, guru dunia, tentulah masyarakat, manusia tinggal dalam
kebodohan sepanjang masa, Nabi di utus kedunia inipun dengan tugas mengajar.
Mengajarkan ilmu kecuali memang diperintah oloeh agama juga dapat di ambil
manfaatnya. Sungguh tidak disangkal lagi, bahwa mengajar adalah suatu pekerjaan
yang seutama-utamanya. Sebagaimana sabdanya.
Artinya : “Aku di utus ini untuk menjadi pengajar”.
(H.R. Baihaqi)
Walaupun akal dan otak manusia mungkin menghasilkan
berbagai ilmu pengetahuan namun masih ada juga hal-hal yang diluar akal manusia
dan tidak dapat dijangkaunya untuk itulah Rasul Allah dibangkitkan didunia ini.
Mengingat pentingnya penyebaran ilmu pngetahuan
kepoada manusia secsrs luas agar mereka tidak dalam kebodohan dan kegelapan,
maka diperlukan kesadarannya bagi para mualim, para guru dan para ulama, untuk
beringan tangan menuntun mereka menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Marilah kita tuntut ilmu pengetahuan, sesempat
mungkin dengan tidak ada hentinya tanpa absen sampai keliang kubur dengan tekad
mengamalkan dan mengembangkannya kepada masyarakat agar kita semua dapat
mengenyam hasil dan buahnya.
Referensi : Drs. Moh. Rifa`, “Ilmu Fiqih
Islam”
Keterangan : MENUNTUT ILMU DENGAN
AQIDAH.
Menuntut Ilmu Dengan
Aqidah. Akidah dalam islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai
Tuhan yang wajib disembah, ucapan dalam islam dalam bentuk dan kalimat
syahadat, yaitu menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi
Muhammmad sebagai utusan Allah, perbuatan dengan amal shaleh. Aqidah demikian
itu mengandung arti bahwa orang beriman tidak ada rasa dalam hati, atau ucapan
dimulut dan perbuatan melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman kepada
Allah, yakni tidak ada niat ucapan dan perbuatan yang dikemukakan oleh orang
yang beriman itu kecualai yang sejalan dengan kehendak Allah. Akidah dalam
islam selanjutnya harus berpengaruh kedalam segala aktifitas yang dilakukan
manusia sehingga berbagai aktifitas tersebu bernilai ibadah. Dalam hubungan ini
Yusuf Al-Gordowi mengatakan bahwa iman menurut pengertian yang sebenarnya ialah
kepercayaan yang meresap kedalam hati dengan penuh keyakinan tidak bercampur
syak dan ragu. Serta memberi pengaruh pandangan hidup tingkah laku perbuatan
sehari-hari. Demikian akidah bukan sekedar keyakinan dalam hati melainkan dalam
tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku serta
berbuat yang pada akhirnya menimbulkan amal shaleh.
Karakteristik ajaran
islam dalam bidang ilmu bersikap terbuka akumulatif tetapi juga selektif. Dari
satu segi islam terbuka dan akumulatif untuk menerima berbagai masukan dari
luar, tetapi bersamaan dengan itu juga islam selektif, yakni tidak bbegitu saja
menerima seluruh jenis dan kebudayaan. Melainkan ilmu dan teknologi islam
mengajarkan kepada pemeluknya untuk bersikap terbuka atau tidak tertutup,
sekalipun kita yakin bahwa islam itu bukan timur dan barat, ini tidak berarti
kita harus menutup diri dari keduanya.
Ketika peradapan besar
di barat dan timur tenggelam dan mengalami kemosrotan. Islam bertindak sebagai
pewaris utamanya kemudian di ambil oleh
peradapan barat sekarang melalui Renaisanse. Jadi dalam sejarah peradapan
dunia. Dalam ukuran waktu selama 8 abad itu, islam bahkan mengembangkan
warisan-warisan ilmu pengetahuan dan teknologi dari peradapan-peradapan
tersebut. Dan dengan ini pula islam tidak sekedar mewarisi tetapi juga
melakukan ENRICHMENT dalam subtansi dan bentuknya, melalui inilah islam
akhirnya mampu mengembangkan arisan-warisan sendiri yang otentik. Melalui karya
S. I. Poeradisastra berjudul sumbangan islam kepada ilmu dan peradapan modern,
kita dapat memperoleh peranan yang lengkap mengenai peranan yang dimainkan
islam dalam ilmu pengetahuan dan peradapan modern, baik yang berkenaan dengan
ilmu alam, teknik dan arsitektur. Maupun ilmu pengetahuan sosial, filsafat,
sastra, kedokteran, matimateka, fisika, dan lain sebagainya. Karasteritik dalam
bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat dilihat dari 5 ayat pertama surat
Al-Alaq yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, pada ayat tersebut
terdapat kata iqro` yang di ulang sebanyak dua kali, kata tersebut menurut A.
Baiqun selain berarti membaca dalam arti biasa, juga berarti menelaah,
mengobservasi,, membandingkan, mengukur, mendiskripsikan,, menganalisa dan
menyimpulkan secara induktif. Semua cara tersebut dapat digunakan dalam proses
mempejari sesuatu.
Dari bidang sosial
ajaran islam dalam bidang sosial termasuk yang paling menonjol karena seluruh
bidang ajaran islam sebagaimana yang telah disebutkan pada akhirnya ditujukan
untuk kesejahteraan manusia. Dalam bidang sosial ini islam menjunjung tinggi
tolong-menolong, saling menasehati, tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan,
egaliter (kesamaan derajat) tenggang rasa dan kebersamaan, ajaran islam
selanjutnya dapat dipahami dari konsepsinya dalam bidang kehidupan. Islam
memandang bahwa kehidupan yang harus dilakukan manusia adalah kehidupan yang
seimbang dan tidak terpisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Urusan dunia
dikejar dalam rangka mengejar kehidupan akhirat dan kehidupan akhir dicapai
dengan dunia. Dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Mubarak yang
artinya “Bukanlah termasuk orang baik diantara kamu adalah orang yang
meninggalkan dunia karena mengejar kehidupan akhirat, dan orang yang
meninggalkan akhirat karena mengejar kehidupan dunia. Orang yang baik adalah
orang yang meraih keduanya secara seimbang.
Yusuf Al-Gordawwi. Iman dan Kehidupan
(terjh. H. Fachrudin Hs) dari judul Al-Iman wa Al-Hayat (Jkt. Bulan Bintang
1977)ket. Hal 25
PENUTUP
Dalam
bidang sosial ini islam menjunjung tinggi tolong-menolong, saling menasehati,
tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat) tenggang
rasa dan kebersamaan, ajaran islam selanjutnya dapat dipahami dari konsepsinya
dalam bidang kehidupan. Islam memandang bahwa kehidupan yang harus dilakukan
manusia adalah kehidupan yang seimbang dan tidak terpisahkan antara urusan
dunia dan akhirat. Urusan dunia dikejar dalam rangka mengejar kehidupan akhirat
dan kehidupan akhir dicapai dengan dunia.
Demikianlah
makalah yang kami buat, apabila terdapat kesalahan itu semata-mata dari kami,
semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi pembaca dan atas perhatiannya
kami ucapkan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar