Jumat, 03 Februari 2012

Pengertian Teori Konflik Sosial



1.    Pengertian Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Sementara itu, konflik sosial bisa diartikan menjadi dua hal. Pertama, perspektif atau sudut pandang yang menganggap konflik selalu ada dan mewarnai segenap aspek interaksi manusia dan struktur sosial. Kedua, konflik sosial merupakan pertikaian terbuka seperti perang, revolusi, pemogokan, dan gerakan perlawanan. Soerjono Soekanto
 menyebutkan konflik sebagai pertentangan atau pertikaian, yaitu suatu proses individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan, disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.
Para teoritisi konflik banyak berpedoman pada pemikiran Marx, meskipun memiliki pemikiran sendiri yang berlainan. Tokoh-tokoh teoritisi konflik diantaranya Ralf Dahren dorf dan Randall Collins. Dahrendorf berpendirian bahwa masyarakat mempunyai dua wajah yaitu konflik dan consensus, sehingga teori sosiologi harus dibagi menjadi dua bagian, teori konflik dan teori konsensus. Dahrendorfnjuga mengakui bahwa masyarakat takkan ada tanpa konsensus dan konflik yang menjadi persyaratan satu sama lain. Tokoh lainnya Collins menjelaskan bahwa konflik adalah proses sentral dalam kehidupan sosial sehingga tidak menganggap konflik itu baik buruk. Collins memandang setiap orang









2.  Pengertian Teori Konflik Sosial
T eori konflik yang muneul pada abad ke 18 dan 19 dapat dimengerti sebagai respon dari lahimya dual revolution, yaitu demokratisasi dan industrialisasi, sehingga kemuneulan sosiologi konflik modem, di Amerika khususnya, merupakan pengikutan, atau akibat dari, realitas konflik dalam masyarakat Amerika (Me Quarrie, 1995: 65). Selain itu teori sosiologi konflik adalah altematif dari ketidakpuasaan terhadap analisis fungsionalisme struktural Talcot Parsons dan Robert K. Merton, yang menilai masyarakat dengan paham konsensus dan integralistiknya. Perspektif konflik da!am melihat masyarakat dapat dilacak pada tokoh-tokoh klasik seperti Karl Marx, Max Weber, dan George Simmel.
Teori konflik lebih menitikberatkan analisisnya pada asal-usul terjadinya suatu aturan atau tertib sosial. Teori ini tidak bertujuan untuk menganalisis asal usulnya terjadinya pelanggaran peraturan atau latar belakang seseorang berperilaku menyimpang. Perspektif konflik lebih menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang te~adi di antara berbagai kelompoknya. Karena kekuasaan yang dimiliki oleh kelompok-kelompok elit, maka kelompokkelompok itu juga memil1ki kekuasaan untuk meneiptakan peraturan, khususnya hukum yang dapat melayani kepentingan-kepentingan mereka. Berkaitan dengan hal itu, perspektif konflik memahami masyarakat sebagai kelompok-kelompok dengan berbagai <epentingan yang bersaing dan akan eenderung saling bersaing dan akan cenderung ;aling berkonflik. Melalui persaingan itu, maka kelompok-kelompok dengan kekuasaan (ang berlebih akan meneiptakan hukum dan aturan-aturan yang menjamin mereka jimenangkan (Quinney dalam Narwoko, 2006).
Konflik adalah fenomena sosial dan ia merupakan kenyataan bagi masyarakat (ang terlibat di dalamnya. Artinya masyarakat menyadan dan merasakan bahwa konflik tu muneul dalam dalam dunia sehan-han. Konfllik juga sebagai suatu proses sosial, )roses perubahan dari tatanan sosial yang lama ke tatanan sosial yang berbeda. <onflik antar komunitas dalam masyarakat didefinisikan sebagai suatu kondisi wajar etapi bila sudah melibatkan kekerasan kewajaran konflik menjadi tidak lagi. Konflik )ersifat inheren dalam kesadaran masyarakat sehingga selalu ada gambaran yang lyata tentang fenomena tersebut. Bahkan masyarakat menyimpan pengalaman entang konflik sebagai pengetahuan dan realitas sosial mereka.






3.  Macam-macam konflik
  1. Individu atau kelompok  (berdasarkan pelakunya perorangan atau kelompok)
  2. Horizontal atau vertical (berdasarkan status pihak-pihak yang terlibat, sejajar atau bertingkat)
Konflik horizontal = antar-etnis, antar-agama, antar-aliran, dll.
Konflik vertical = antara buruh dengan majikan, pemberontakan atau gerakan separatis/makar terhadap kekuasaan negara
a.       Ideologis atau politis (berdasarkan tingkat konflik, apabila sebatas pemikiran/ideologi, disebut konflik tingkat ideologis (misalnya pertentangan ideology antara santri denan abangan dan priyayi), apabila sampai muncul di tingkat tindakan disebut tingkat politis (misalnya: riot/kerusuhan, demonstrasi, pemberontakan, makar, dan sebagainya)
  1. Konflik terbuka, konflik laten dan konflik permukaan
Penjelasan:
  • TANPA KONFLIK: dalam kesan umum adalah lebih baik, namun setiap masyarakat atau kelompok yang hidup damai, jika ingin keadaan ini terus berlangsung, mereka harus hidup bersemangat dan dinamis. Memanfaatkan konflik perilaku dan tujuan, serta mengelola konflik secara kreatif.
  • KONFLIK LATEN: sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan agar dapat ditangani secara effektif
  • KONFLIK TERBUKA: berakar dalam, dan sangat nyata. à memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya.
  • KONFLIK DI PERMUKAAN: memiliki akar yang dangkal/tidak memiliki akar, muncul hanya karena kesalah fahaman mengenai sasaran yang dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi










4.  Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial
Menurut Weber,  para anggota masyarakat dapat dipilah secara vertikal berdasarkan atas ukuran-ukuran kehormatan, sehingga ada orang-orang yang dihormati dan disegani dan orang-orang yang dianggap biasa-biasa saja, atau orang kebanyakan, atau bahkan orang-orang yang dianggap hina. Orang-orang yang dihormati atau disegani pada umumnya adalah mereka yang memiliki jabatan atau profesi tertentu,  keturunan bangsawan atau orang-orang terhormat, atau berpendidikan tinggi.
Ukuran-ukuran penempatan anggota masyarakat dalam stratifikasi sosial yang dapat dikategorikan sebagai kriteria sosial antara lain, (1) profesi, (2)  pekerjaan, (3) tingkat pendidikan, (4) keturunan, dan (5) kasta.
1. Profesi
Yang dimaksud profesi adalah pekerjaan-pekerjaan yang untuk dapat melaksanakannya memerlukan keahlian, misalnya dokter, guru, wartawan, seniman, pengacara, jaksa, hakim, dan sebagainya.  Orang-orang yang menyandang profesi-profesi tersebut disebut kelas profesional.
Di samping kelas profesional, dalam masyarakat terdapat juga kelas-kelas  tenaga terampil dan tidak terampil, yang pada umumnya ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dalam stratifikasi sosial masyarakat.
2. Pekerjaan.
Berdasarkan tingkat prestise atau gengsinya, pekerjaan-pekerjaan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi: (1) pekerjaan kerah putih (white collar), dan (2) pekerjaan kerah biru (blue collar).  Pekerjaan kerah putih merupakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih menuntut penggunaan pikiran atau daya intelektual, sedangkan pekerjaan-pekerjaan kerah biru lebih menuntut penggunaan energi atau kekuatan fisik. Pada umumnya anggota masyarakat lebih memberikan penghargaan atau gengsi yang lebih tinggi pada pekerjaan-pekerjaan kerah putih. Walaupun, tidak selalu bahwa pekerjaan kerah putih memberikan dampak ekonomi atau finansial yang lebih besar daripada pekerjaan kerah biru.
3. Pendidikan
Pada zaman sekarang ini pendidikan sudah dianggap sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi oleh sebagian besar anggota masyarakat. Orang-orang yang berpendidikan tinggi akan menempati posisi dalam stratifikasi sosial yang lebih tinggi. Sehingga tamatan  S-3 dipandang lebih tinggi kedudukannya daripada tamatan  S2, S1, SMA/SMK, SMP, SD, dan mereka yang tidak pernah  sekolah.
4. Keturunan
Keturunan raja atau bangsawan dalam masyarakat dipandang memiliki kedudukan yang tinggi. Bahkan, pada masyarakat feodal, hampir tidak ada pengakuan terhadap simbol-simbol yang berasal dari luar istana, termasuk tata kota, arsitektur, pemilihan hari-hari penting, pakaian, seni, dan sebagainya. Penempatan orang dalam posisi-posisi penting dalam masyarakat akan selalu mempertimbangkan faktor keturunan, dan keaslian keturunan dipandang sangat penting.
5. Kasta
Kasta merupakan pemilahan anggota masyarakat yang dikenal pada masyarakat Hinduisme. Masyarakat dipilah menjadi kasta-kasta, seperti:  Brahmana, Ksatria, Weisyia, dan Sudra. Kemudian ada orang-orang yang karena tindakannya dihukum dikeluarkan dari kasta, digolongkan menjadi paria.
Sebagian besar orang menganggap pemilahan dalam kasta bersifat graduated atau berjenjang, mengingat orang-orang yang berasal dari kasta yang berbeda akan memiliki gengsi (prestige) dan hak-hak istimewa (privelege) yang berbeda. Namun, tokoh-tokoh Hinduisme menyatakan bahwa kasta bukanlah pemilahan vertikal, melainkan hanyalah merupakan catur warna.



















5.  Dampak Konflik Sosial

 Konflik sosial memiliki dampak yang bersifat positif dan negatif. Adapun
dampak positif dari konflik social adalah sebagai berikut:
1. Konflik dapat memperjelas berbagai aspek kehidupan yang masih belum tuntas.
Universitas Sumatera Utara2. Adanya konflik menimbulkan penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
3. Konflik dapat meningkatkan solidaritas diantara angota kelompok.
4. Konflik dapat mengurangi rasa ketergantungan terhadap individu atau kelompok.
5. Konflik dapat memunculkan kompromi baru.
      Adapun dampak negatif yang ditimbulkan oleh konflik sosial adalah
sebagai berikut:
1. Konflik dapat menimbulkan keretakan hubungan antara individu dan kelompok.
2. Konflik menyebabkan rusaknya berbagai harta benda dan jatuhnya korban jiwa.
3. Konflik menyebabkan adanya perubahan kepribadian.
4. Konflik menyebabkan dominasi kelompok pemenang















6.  Akibat Konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
b. Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
c. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, dan saling curiga
d. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
e. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
a. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
b. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan".
c. Konflik bagi pihak tersebut.
d. Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk














7.  Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
  1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
  2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
  3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.










                                                            

8.  Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
  1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
  2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.




















9.  Konflik Antar Individu
Dalam kehidupan sehari kita selalu merasakan konfllik antar individu, atau suatu perbedaan pendapat atau pola piker kepada orang lain tapi itu merupakan proses pendewesaan diri dan dapat dijadikan sebagai pengalaman dalam hidup kita. Dalam menghadapi konflik juga terdapat strategip-strategi penyelesainnya
Strategi Penyelesaian Konflik
Ada 3 strategi dasar :
  1. Kalah – kalah
  2. Menang – kalah
  3. Menang – menang.
Contoh kasus :
Suatu hari kita sedang mengadakan rapat untuk mengadakan acara musik dan sedang mendiskusikan tema apa yang sesuai, ketika kita mengusulkan tema ternyata ada salah satu anggota tidak setuju dengan tema kita. Kita dapat menggunakan strategi dalam penyelesainnya, apabila kita menggunakan strategi :
  1. Kalah – kalah  maksudnya masing-masing kedua pihak dikalahkan tidak ada satupun yang menang , cara seperti ini tidaklah efektif karena kedua belah pihak merasa tidak puas dengan keputusan seperti ini dan dapat menimbulkan masalah baru.
  2. Menang – kalah  maksudnya disini dimana salah satu pihak ada yang dikalahkan dan ada yang dimenangkan, cara penyelesaian seperti ini tidak efektif karena disalah satu pihak ada yang merasa kecewa dan dapat menimbulkan masalah baru.
  3. Menang – menang maksudnya disini dimana kedua pihak dimenangkan atau diambil kedua pendapatnya, cara seperti ini sangatlah efektif karena tidak ada yang merasa dikecewakan.




                                           





10. Konflik Antar Kelompok
Hanya ada dua posisi seseorang dalam sebuah kelompok, yakni dipimpin dan memimpin. Baik organisasi berskala mikro (contohnya Yayasan, LSM, Industri Kecil dan Menengah, dan organisasi kampus) maupun organisasi berskala makro (contohnya perusahaan-perusahaan besar misalnya Astra, IBM, Wall-mart), tidak bisa terlepas begitu saja dengan pola sistematik yang ada di organisasi. Begitu juga halnya dalam Islam. Seorang ulama adalah pemimpin muslim lainnya dalam koridor Islam sebagai organisasinya. Organisasi adalah sebuah sistem yang berfungsi sebagai wadah interaksi antar manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Seorang pemimpin merupakan tonggak ujung yang akan mengarahkan agar tujuan organisasi tercapai. Pemimpin mempunyai power yang tidak dimiliki oleh orang yang dipimpin. Power tidak dapat tumbuh begitu saja. Power merupakan kekuatan untuk mengelola dan mengatur organisasi. Beberapa ahli berpendapat bahwa kemampuan seseorang dalam memimpin adalah sebuah kemampuan alami secara genetik, yang tidak bisa diajarkan. Akan tetapi tidak semua orang berpandangan sama. Kemampuan seseorang untuk menjadi pemimpin dapat dipelajari baik di lingkungan pendidikan maupun terjun langsung di lapangan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemimpin memegang peranan penting dalam sebuah organisasi. Sebagai contoh, dalam kasus pemilu negara kita tahun 2009, banyak partai baru bermunculan. Image orang terhadap partai baru, salah satunya tercermin dari siapa pemimpinnya. Orang awam akan langsung bertanya, ”Siapa sih pemimpin partainya?”. Karena dari situlah dapat ditebak seperti apa gambaran organisasi tersebut. Segala atribut yang menempel di pemimpin, seperti umur, jabatan dan bahkan suku bangsa dapat digeneralisir menjadi atribut organisasi yang dipimpinnya. Terlepas dari semua hal itu, sebenarnya ada hal yang lebih pokok dari atribut-atribut tersebut. Karena pada hakekatnya, secara tidak langsung seorang pemimpin organisasi akan membawa visi pribadinya menjadi bagian dari visi organisasi. Alangkah naifnya jika ternyata seorang pemimpin baru yang ditunjuk, mempunyai visi pribadi yang kurang sinergi dengan visi organisasi dan secara perlahan-lahan mengotori visi organisasi. Hal ini bukan hal yang baru di dalam sebuah organisasi. Sudah banyak contohnya di kehidupan politik bangsa ini. Konflik internal di beberapa partai politik merupakan dampak dari permasalahan itu. Kepemimpinan dalam sebuah organisasi sangat erat kaitannya dengan visi organisasi. Seorang pemimpin akan menggunakan ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai visi organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar