1.
Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja
Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan
sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Sementara itu, konflik sosial bisa
diartikan menjadi dua hal. Pertama, perspektif atau sudut pandang yang
menganggap konflik selalu ada dan mewarnai segenap aspek interaksi manusia dan
struktur sosial. Kedua, konflik sosial merupakan pertikaian terbuka seperti
perang, revolusi, pemogokan, dan gerakan perlawanan. Soerjono Soekanto
menyebutkan konflik
sebagai pertentangan atau pertikaian, yaitu suatu proses individu atau kelompok
yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan, disertai
dengan ancaman dan atau kekerasan.
Para teoritisi konflik banyak berpedoman pada pemikiran Marx,
meskipun memiliki pemikiran sendiri yang berlainan. Tokoh-tokoh teoritisi
konflik diantaranya Ralf Dahren dorf dan Randall Collins. Dahrendorf
berpendirian bahwa masyarakat mempunyai dua wajah yaitu konflik dan consensus,
sehingga teori sosiologi harus dibagi menjadi dua bagian, teori konflik dan
teori konsensus. Dahrendorfnjuga mengakui bahwa masyarakat takkan ada tanpa
konsensus dan konflik yang menjadi persyaratan satu sama lain. Tokoh lainnya
Collins menjelaskan bahwa konflik adalah proses sentral dalam kehidupan sosial
sehingga tidak menganggap konflik itu baik buruk. Collins memandang setiap
orang
2.
Pengertian Teori
Konflik Sosial
T eori konflik yang muneul pada abad ke 18
dan 19 dapat dimengerti sebagai respon dari lahimya dual revolution, yaitu
demokratisasi dan industrialisasi, sehingga kemuneulan sosiologi konflik modem,
di Amerika khususnya, merupakan pengikutan, atau akibat dari, realitas konflik
dalam masyarakat Amerika (Me Quarrie, 1995: 65). Selain itu teori sosiologi
konflik adalah altematif dari ketidakpuasaan terhadap analisis fungsionalisme
struktural Talcot Parsons dan Robert K. Merton, yang menilai masyarakat dengan
paham konsensus dan integralistiknya. Perspektif konflik da!am melihat
masyarakat dapat dilacak pada tokoh-tokoh klasik seperti Karl Marx, Max Weber,
dan George Simmel.
Teori konflik lebih menitikberatkan
analisisnya pada asal-usul terjadinya suatu aturan atau tertib sosial. Teori
ini tidak bertujuan untuk menganalisis asal usulnya terjadinya pelanggaran
peraturan atau latar belakang seseorang berperilaku menyimpang. Perspektif
konflik lebih menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan
ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang te~adi di antara berbagai kelompoknya. Karena kekuasaan
yang dimiliki oleh kelompok-kelompok elit, maka kelompokkelompok itu juga
memil1ki kekuasaan untuk meneiptakan peraturan, khususnya hukum yang dapat
melayani kepentingan-kepentingan mereka. Berkaitan dengan hal itu, perspektif
konflik memahami masyarakat sebagai kelompok-kelompok dengan berbagai
<epentingan yang bersaing dan akan eenderung saling bersaing dan akan
cenderung ;aling berkonflik. Melalui persaingan itu, maka kelompok-kelompok
dengan kekuasaan (ang berlebih akan meneiptakan hukum dan aturan-aturan yang
menjamin mereka jimenangkan (Quinney dalam Narwoko, 2006).
Konflik adalah fenomena sosial dan ia merupakan
kenyataan bagi masyarakat (ang terlibat di dalamnya. Artinya masyarakat
menyadan dan merasakan bahwa konflik tu muneul dalam dalam dunia sehan-han.
Konfllik juga sebagai suatu proses sosial, )roses perubahan dari tatanan sosial
yang lama ke tatanan sosial yang berbeda. <onflik antar komunitas dalam
masyarakat didefinisikan sebagai suatu kondisi wajar etapi bila sudah
melibatkan kekerasan kewajaran konflik menjadi tidak lagi. Konflik )ersifat
inheren dalam kesadaran masyarakat sehingga selalu ada gambaran yang lyata
tentang fenomena tersebut. Bahkan masyarakat menyimpan pengalaman entang
konflik sebagai pengetahuan dan realitas sosial mereka.
3. Macam-macam
konflik
- Individu atau kelompok (berdasarkan pelakunya perorangan atau kelompok)
- Horizontal atau vertical (berdasarkan status pihak-pihak yang terlibat, sejajar atau bertingkat)
Konflik
horizontal = antar-etnis, antar-agama, antar-aliran, dll.
Konflik
vertical = antara buruh dengan majikan, pemberontakan atau gerakan
separatis/makar terhadap kekuasaan negara
a. Ideologis
atau politis (berdasarkan tingkat konflik, apabila sebatas pemikiran/ideologi,
disebut konflik tingkat ideologis (misalnya pertentangan ideology antara santri
denan abangan dan priyayi), apabila sampai muncul di tingkat tindakan disebut
tingkat politis (misalnya: riot/kerusuhan, demonstrasi, pemberontakan, makar,
dan sebagainya)
- Konflik terbuka, konflik laten dan konflik permukaan
Penjelasan:
- TANPA KONFLIK: dalam kesan umum adalah lebih baik, namun setiap masyarakat atau kelompok yang hidup damai, jika ingin keadaan ini terus berlangsung, mereka harus hidup bersemangat dan dinamis. Memanfaatkan konflik perilaku dan tujuan, serta mengelola konflik secara kreatif.
- KONFLIK LATEN: sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan agar dapat ditangani secara effektif
- KONFLIK TERBUKA: berakar dalam, dan sangat nyata. à memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya.
- KONFLIK DI PERMUKAAN: memiliki akar yang dangkal/tidak memiliki akar, muncul hanya karena kesalah fahaman mengenai sasaran yang dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi
4. Stratifikasi
sosial berdasarkan kriteria sosial
Menurut
Weber, para anggota masyarakat dapat dipilah secara vertikal berdasarkan
atas ukuran-ukuran kehormatan, sehingga ada orang-orang yang dihormati dan
disegani dan orang-orang yang dianggap biasa-biasa saja, atau orang kebanyakan,
atau bahkan orang-orang yang dianggap hina. Orang-orang yang dihormati atau
disegani pada umumnya adalah mereka yang memiliki jabatan atau profesi
tertentu, keturunan bangsawan atau orang-orang terhormat, atau
berpendidikan tinggi.
Ukuran-ukuran
penempatan anggota masyarakat dalam stratifikasi sosial yang dapat dikategorikan
sebagai kriteria sosial antara lain, (1) profesi, (2) pekerjaan, (3)
tingkat pendidikan, (4) keturunan, dan (5) kasta.
1. Profesi
Yang
dimaksud profesi adalah pekerjaan-pekerjaan yang untuk dapat melaksanakannya
memerlukan keahlian, misalnya dokter, guru, wartawan, seniman, pengacara,
jaksa, hakim, dan sebagainya. Orang-orang yang menyandang profesi-profesi
tersebut disebut kelas profesional.
Di samping
kelas profesional, dalam masyarakat terdapat juga kelas-kelas tenaga
terampil dan tidak terampil, yang pada umumnya ditempatkan pada posisi yang
lebih rendah dalam stratifikasi sosial masyarakat.
2.
Pekerjaan.
Berdasarkan
tingkat prestise atau gengsinya, pekerjaan-pekerjaan dalam masyarakat dapat
dibedakan menjadi: (1) pekerjaan kerah putih (white collar), dan (2) pekerjaan
kerah biru (blue collar). Pekerjaan kerah putih merupakan
pekerjaan-pekerjaan yang lebih menuntut penggunaan pikiran atau daya
intelektual, sedangkan pekerjaan-pekerjaan kerah biru lebih menuntut penggunaan
energi atau kekuatan fisik. Pada umumnya anggota masyarakat lebih memberikan
penghargaan atau gengsi yang lebih tinggi pada pekerjaan-pekerjaan kerah putih.
Walaupun, tidak selalu bahwa pekerjaan kerah putih memberikan dampak ekonomi
atau finansial yang lebih besar daripada pekerjaan kerah biru.
3.
Pendidikan
Pada zaman
sekarang ini pendidikan sudah dianggap sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh sebagian besar anggota masyarakat. Orang-orang yang berpendidikan tinggi
akan menempati posisi dalam stratifikasi sosial yang lebih tinggi. Sehingga
tamatan S-3 dipandang lebih tinggi kedudukannya daripada tamatan
S2, S1, SMA/SMK, SMP, SD, dan mereka yang tidak pernah sekolah.
4. Keturunan
Keturunan
raja atau bangsawan dalam masyarakat dipandang memiliki kedudukan yang tinggi.
Bahkan, pada masyarakat feodal, hampir tidak ada pengakuan terhadap
simbol-simbol yang berasal dari luar istana, termasuk tata kota, arsitektur,
pemilihan hari-hari penting, pakaian, seni, dan sebagainya. Penempatan orang
dalam posisi-posisi penting dalam masyarakat akan selalu mempertimbangkan
faktor keturunan, dan keaslian keturunan dipandang sangat penting.
5. Kasta
Kasta
merupakan pemilahan anggota masyarakat yang dikenal pada masyarakat Hinduisme.
Masyarakat dipilah menjadi kasta-kasta, seperti: Brahmana, Ksatria,
Weisyia, dan Sudra. Kemudian ada orang-orang yang karena tindakannya dihukum
dikeluarkan dari kasta, digolongkan menjadi paria.
Sebagian
besar orang menganggap pemilahan dalam kasta bersifat graduated atau
berjenjang, mengingat orang-orang yang berasal dari kasta yang berbeda akan
memiliki gengsi (prestige) dan hak-hak istimewa (privelege) yang berbeda.
Namun, tokoh-tokoh Hinduisme menyatakan bahwa kasta bukanlah pemilahan
vertikal, melainkan hanyalah merupakan catur warna.
5. Dampak Konflik Sosial
Konflik sosial
memiliki dampak yang bersifat positif dan negatif. Adapun
dampak positif dari konflik social adalah sebagai
berikut:
1. Konflik dapat memperjelas berbagai aspek kehidupan
yang masih belum tuntas.
Universitas Sumatera Utara2. Adanya konflik
menimbulkan penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat.
3. Konflik dapat meningkatkan solidaritas diantara
angota kelompok.
4. Konflik dapat mengurangi rasa ketergantungan terhadap
individu atau kelompok.
5. Konflik dapat memunculkan kompromi baru.
Adapun dampak negatif
yang ditimbulkan oleh konflik sosial adalah
sebagai berikut:
1. Konflik dapat menimbulkan keretakan hubungan antara
individu dan kelompok.
2. Konflik menyebabkan rusaknya berbagai harta benda
dan jatuhnya korban jiwa.
3. Konflik menyebabkan adanya perubahan kepribadian.
4. Konflik menyebabkan dominasi kelompok pemenang
6.
Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik
adalah sebagai berikut :
a.
Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami
konflik dengan kelompok lain.
b.
Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
c.
Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, dan
saling curiga
d.
Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
e. Dominasi bahkan penaklukan
salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah
mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap
konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita
dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan
hipotesa sebagai berikut:
a.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
b.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan
percobaan untuk "memenangkan" konflik. Pengertian yang tinggi untuk
hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan
"kemenangan".
c.
Konflik bagi pihak tersebut.
d. Tiada pengertian untuk kedua
belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk
7. Konflik
Menurut Robbin
Robbin
(1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict
Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan
kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi
berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga
bagian, antara lain:
- Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
- Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
- Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
8. Konflik
Menurut Myers
Selain
pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan
dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
- Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
- Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
9. Konflik Antar Individu
Dalam kehidupan sehari kita selalu merasakan konfllik antar individu, atau
suatu perbedaan pendapat atau pola piker kepada orang lain tapi itu merupakan
proses pendewesaan diri dan dapat dijadikan sebagai pengalaman dalam hidup
kita. Dalam menghadapi konflik juga terdapat strategip-strategi penyelesainnya
Strategi Penyelesaian Konflik
Ada 3 strategi dasar :
- Kalah – kalah
- Menang – kalah
- Menang – menang.
Contoh kasus :
Suatu hari kita sedang mengadakan rapat untuk mengadakan acara musik dan
sedang mendiskusikan tema apa yang sesuai, ketika kita mengusulkan tema
ternyata ada salah satu anggota tidak setuju dengan tema kita. Kita dapat
menggunakan strategi dalam penyelesainnya, apabila kita menggunakan strategi :
- Kalah – kalah maksudnya masing-masing kedua pihak dikalahkan tidak ada satupun yang menang , cara seperti ini tidaklah efektif karena kedua belah pihak merasa tidak puas dengan keputusan seperti ini dan dapat menimbulkan masalah baru.
- Menang – kalah maksudnya disini dimana salah satu pihak ada yang dikalahkan dan ada yang dimenangkan, cara penyelesaian seperti ini tidak efektif karena disalah satu pihak ada yang merasa kecewa dan dapat menimbulkan masalah baru.
- Menang – menang maksudnya disini dimana kedua pihak dimenangkan atau diambil kedua pendapatnya, cara seperti ini sangatlah efektif karena tidak ada yang merasa dikecewakan.
10.
Konflik Antar Kelompok
Hanya ada dua posisi seseorang dalam
sebuah kelompok, yakni dipimpin dan memimpin. Baik organisasi berskala mikro
(contohnya Yayasan, LSM, Industri Kecil dan Menengah, dan organisasi kampus)
maupun organisasi berskala makro (contohnya perusahaan-perusahaan besar
misalnya Astra, IBM, Wall-mart), tidak bisa terlepas begitu saja dengan pola
sistematik yang ada di organisasi. Begitu juga halnya dalam Islam. Seorang
ulama adalah pemimpin muslim lainnya dalam koridor Islam sebagai organisasinya.
Organisasi adalah sebuah sistem yang berfungsi sebagai wadah interaksi antar
manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Seorang pemimpin merupakan tonggak
ujung yang akan mengarahkan agar tujuan organisasi tercapai. Pemimpin mempunyai
power yang tidak dimiliki oleh orang yang dipimpin. Power tidak
dapat tumbuh begitu saja. Power merupakan kekuatan untuk mengelola dan
mengatur organisasi. Beberapa ahli berpendapat bahwa kemampuan seseorang dalam
memimpin adalah sebuah kemampuan alami secara genetik, yang tidak bisa
diajarkan. Akan tetapi tidak semua orang berpandangan sama. Kemampuan seseorang
untuk menjadi pemimpin dapat dipelajari baik di lingkungan pendidikan maupun
terjun langsung di lapangan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
pemimpin memegang peranan penting dalam sebuah organisasi. Sebagai contoh,
dalam kasus pemilu negara kita tahun 2009, banyak partai baru bermunculan. Image
orang terhadap partai baru, salah satunya tercermin dari siapa pemimpinnya.
Orang awam akan langsung bertanya, ”Siapa sih pemimpin partainya?”. Karena dari
situlah dapat ditebak seperti apa gambaran organisasi tersebut. Segala atribut
yang menempel di pemimpin, seperti umur, jabatan dan bahkan suku bangsa dapat
digeneralisir menjadi atribut organisasi yang dipimpinnya. Terlepas dari semua
hal itu, sebenarnya ada hal yang lebih pokok dari atribut-atribut tersebut.
Karena pada hakekatnya, secara tidak langsung seorang pemimpin organisasi akan
membawa visi pribadinya menjadi bagian dari visi organisasi. Alangkah naifnya
jika ternyata seorang pemimpin baru yang ditunjuk, mempunyai visi pribadi yang
kurang sinergi dengan visi organisasi dan secara perlahan-lahan mengotori visi
organisasi. Hal ini bukan hal yang baru di dalam sebuah organisasi. Sudah
banyak contohnya di kehidupan politik bangsa ini. Konflik internal di beberapa
partai politik merupakan dampak dari permasalahan itu. Kepemimpinan dalam
sebuah organisasi sangat erat kaitannya dengan visi organisasi. Seorang
pemimpin akan menggunakan ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai visi
organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar